Refleksi

Kutatap wajah mungilnya, saat ia tersenyum, saat ia menangis. Betapa aku mencintainya atas cahaya harapan yang ia pancarkan. Mungkin dulu aku juga seperti dirinya. Mungkin dulu aku juga menjanjikan harapan-harapan–yang hingga kini tak benar-benar aku penuhi.
 
Pantaskah bila aku berharap ia akan mencintaiku juga? Tidak. Mungkin kelak ia akan melupakanku. Mungkin kelak ia akan mengabaikanku. Seperti aku melupakan masa kecilku, yang perlahan-lahan tenggelam dalam lautan waktu.
 
Hanya ada kepingan ingatan yang kini mengambang di atas permukaan, yaitu saat aku berbaris di depan pintu masuk sekolah, bersama-sama merapal doa yang maknanya tak kupahami hingga dua puluh tahun kemudian: Tuhanku, sayangilah kedua orang tuaku, sebagaimana mereka menyayangi aku ketika aku masih kecil.