Beberapa orang yang membaca cerita pendek saya bertanya apakah saya “bisa melihat”. “Melihat” yang mereka maksud tentu bukanlah melihat dalam pengertian harfiah, melainkan melihat makhluk halus.
Jawabannya adalah tidak, saya tidak bisa melihat jin atau makhluk halus lainnya.
Hanya karena saya menulis beberapa cerpen yang bertema supernatural, bukan berarti saya punya keahlian khusus untuk melihat hal-hal gaib. Kenyataannya, tidak semua penulis horor bisa melihat hantu, sebagaimana tidak semua penulis romance punya pacar (no offense kepada penulis romance yang jomblo).
Bertolak belakang dengan dugaan orang-orang, saya cenderung skeptis dengan fenomena supernatural. Bukan berarti saya tidak mempercayai keberadaan makhluk gaib, hanya saja saya seringkali curiga bahwa saat seseorang bercerita mengenai kemampuan atau pengalaman gaibnya, ia mungkin sedang mengalami salah satu dari dua hal: 1) Tertipu oleh halusinasinya sendiri; 2) Membesar-besarkan cerita untuk menarik perhatian.
Tidak ada yang salah dengan kedua hal tersebut. Sebagai orang yang suka menulis horor, saya juga termasuk pada golongan nomor dua. Saya tidak pernah melihat hantu, tapi saya melakukan apa yang biasa dilakukan orang-orang kebanyakan: melihat jemuran bergoyang-goyang tertiup angin, menganggapnya sebagai pocong, menceritakannya kepada orang-orang dengan sangat antusias, lalu merasa puas melihat ekspresi ketakutan mereka.
Saya pikir, itulah salah satu kesenangan dari menulis cerita horor. Tidak terlalu penting apakah yang saya lihat adalah pocong atau jemuran pakaian, sebab yang paling penting bukanlah kebenarannya, melainkan sensasi yang dirasakan saat mencoba menafsirkan hal misterius itu.