Bulan Mei baru saja berlalu. Setidaknya ada dua hal yang selalu saya ingat mengenai bulan Mei. Pertama, adalah hari ulang tahun adik saya dan istri saya. Kedua, adalah kerusuhan Mei 98 yang berujung pada pelengseran Soeharto.
Saya bukan mahasiswa yang ikut berdemonstrasi, bukan pula korban kerusuhan tersebut. Saat itu, saya masih sangat kecil, tidak suka menonton berita, apalagi berita politik. Saya cuma ingat bahwa pada suatu siang, orang tua saya buru-buru mengumpulkan dokumen-dokumen penting, menyiapkan kunci, dan berjaga-jaga di depan rumah, seolah akan terjadi kebakaran atau bencana alam. Tetangga kompleks berkerumun di luar rumah dengan wajah khawatir, kata mereka “kerusuhannya sudah dekat, sudah sampai pasar”.
Namun, hari itu tidak terjadi apa-apa. Di televisi, saya melihat orang-orang sedang menjarah barang elektronik dari sebuah pusat perbelanjaan. Saat masuk sekolah, seorang teman bercerita dengan bangga bahwa saudaranya yang tinggal di Jakarta berhasil “mendapatkan” televisi dan VCD player dalam kerusuhan tersebut. Benar-benar membingungkan, bukankah mereka pencuri?