Kabar dari Laba-Laba

animal-animal-spider-wallpaper

Lagi-lagi ayahku duduk di balik pintu gudang sambil berbicara dengan laba-laba. Tubuhnya semakin kurus hingga aku dapat melihat tulang belakang lehernya yang menonjol saat ia menunduk. Ia meletakkan jari telunjuk di depan bibir ketika aku mencoba menegurnya dari jauh, lalu bergumam dengan kata-kata yang sering kudengar selama dua tahun terakhir.

“Belum ada kabar dari laba-laba. Ibumu belum ingin pulang juga, Rika.”

Aku terluka setiap kali mendengar kata-kata itu, tapi aku yakin lukaku tak sedalam lukanya. Ia merasa dikhianati orang yang ia cintai ketika tiga tahun lalu Ibu pergi meninggalkan rumah begitu saja. Seandainya Ibu masih mencintai kami, ia tidak akan menuruti gelora jiwanya untuk berpetualang mencari fosil laba-laba purba di pedalaman Kalimantan. Seandainya ia masih punya tanggung jawab sebagai seorang ibu, ia akan tetap mengajar di universitas, pulang sore hari dijemput Ayah, lalu menghabiskan waktu bersama keluarga setidaknya setiap akhir pekan. Kami tak pernah memintanya untuk menjadi ibu rumah tangga, kami hanya ingin ia berada dalam jarak yang bisa diraih. Continue reading Kabar dari Laba-Laba